Rabu, 09 November 2011

Peranan Guru dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak kelas 1 SD


Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,karena berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “ Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD “. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Karya Tulis Ilmiah.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.Elfia Sukma,M.pd sebagai dosen pembimbing mata kuliah Karya Tulis Ilmiah serta semua pihak terkait yang telah banyak membantu penulis agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Selanjutnya,dengan segala kerendahan hati bahwa bagaimanapun juga tidak ada yang sempurna dari suatu upaya manusia biasa,kekurangan itu juga berlaku bagi kami pembuat makalah ini.
Kami harapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat dan membawa hikmah yang besar bagi kita semua,Amin…





Padang,31 Oktober 2011


Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………….   i      
Daftar Isi……………………………………………………………………………………..   ii
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………… 3
1.1     Latar Belakang…………………………………………………………………………… 3
1.2   Tujuan……………………………………………………………………………………. 4
1.3   Rumusan Masalah………………………………………………………………………..  5
1.4     Manfaat Penulisan Makalah……………………………………………………………..   5
PEMBAHASAN………………………………………………………………………………        6
2.1   Peranan Guru…………………………………………………………………………….. 6
2.1.1 Fungsi Guru………………………………………………………………………    8
2.2.2 Peranan Guru dalam Proses Pembelajaran…………………………………………  10
2.2   Kesulitan Anak dalam Belajar Berhitung………………………………………………    12
2.2.1 Penyebab Kesulitan Anak dalam Belajar Berhitung…………………………….12
2.2.2 Permasalahan dalam Mengalami Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas
                  I SD………………………………………………………………………………..13
2.3  Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD    ….14
PENUTUP……………………………………………………………………………………. 16
3.1     Simpulan…………………………………………………………………………………. 16
3.2     Saran……………………………………………………………………………………..  16
Daftar Rujukan

 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Aktifitas belajar bagi setiap individu,tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar,kadang-kadang tidak,kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari,kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat,terkadang semangatnya tinggi tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.
Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.
Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya. kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif. kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok. Ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan. kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidak menggunakan basis sepuluh.

 Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya.
Disini guru berperan penting dalam proses pembelajaran dikelas untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar berhitung tersebut atau yang lebih dikenal dengan dyscalculia,dengaan cara menggunakan beberapa metode yang bisa meringankan kesulitan belajar siswa.
Namun pada kenyataan yang terjadi pada saat sekarang guru cenderung lebih mengajaarkan cara yang “lebih instan” dengan menggunakan alat penghitung berupa kalkulator, tanpa mengajarkan dasar dari cara berhitung itu sendiri, Sehingga pola berpikir siswa dalam berhitung tidak berkembang. Seperti yang terjadi pada kasus Seorang anak yang bernama Andien (tujuh tahun, duduk di kelas 1) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Andien dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut : di dalam bus ada 12 penumpang,diperjalanan naik 3 orang penumpang. Ada berapa penumpang dalaam bus sekarang? Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus menjumlahkan 12 dengan 3, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem “dyscalculia”.
Untuk itu penulis mengambil judul makalah ini karena menarik perhatian penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan dan kinerja guru dalam mencerdaskan siswanya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.    Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Karya Tulis Ilmiah Universitas Negeri Padang
b.   Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD
c.    Suatu usaha untuk meningkatkan kualitas belajar berhitung pada anak kelas I SD
d.   Membantu dalam membahas dan menanggulangi Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD
1.3     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari masalah di atas,dapat dirumuskan sebagai berikut :
a.    Apa saja fungsi guru ?
b.   Apa saja peranan guru ?
c.    Bagaimana peranan guru dalam proses pembelajaran ?
d.   Apa ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung ?
e.    Apa saja penyebab kesulitan dalam belajar berhitung ?
f.    Apa saja permasalahan dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak kelas I SD ?
g.   Bagaimana cara mengatasi kesulitan dalam belajar berhitung ?
h.   Bagaimana peranan guru dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak kelas I SD ?
1.4     Manfaat Penulisan Makalah
Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang peranan guru dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak kelas I SD serta sebagai panduan guru dalam proses pembelajaran Matematika.

 Pembahasan
2.1  Peranan Guru
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 dan Undang Undang No. 14 Tahun 2005 peran guru adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan pengevaluasi dari peserta didik.
1.      Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
Guru harus memahami nilai-nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di sekolah.
Sebagai pendidik guru harus berani mengambil keputusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.
2.      Guru Sebagai Pengajar
Di dalam tugasnya, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar, harus terus mengikuti perkembangan teknologi, sehinga apa yang disampaikan kepada peserta didik merupakan hal-hal yang uptodate dan tidak ketinggalan jaman.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal itu dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyak buku dengan harga relatif murah dan peserta didik dapat belajar melalui internet dengan tanpa batasan waktu dan ruang, belajar melalui televisi, radio dan surat kabar yang setiap saat hadir di hadapan kita.
 Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas guru sebagai pengajar. Masihkah guru diperlukan mengajar di depan kelas seorang diri ?, menginformasikan, menerangkan dan menjelaskan. Untuk itu guru harus senantiasa mengembangkan profesinya secara profesional, sehingga tugas dan peran guru sebagai pengajar masih tetap diperlukan sepanjang hayat.
3.      Guru Sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang bertanggungjawab. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Sebagai pembimbing semua kegiatan yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan kerjasama yang baik antara guru dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan tanggungjawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
4.      Guru Sebagai Pengarah
Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Sebagai pengarah guru harus mampu mengarkan peserta didik dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, mengarahkan peserta didik dalam mengambil suatu keputusan dan menemukan jati dirinya.
Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga peserta didik dapat membangun karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat.
5.      Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan ketrampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.
Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individual peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu guru harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin.
6.      Guru Sebagai Penilai
Penilaian atau evaluasi merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik.
Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes atau non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
Mengingat kompleksnya proses penilaian, maka guru perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memadai. Guru harus memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non tes yang meliputi jenis masing-masing teknik, karakteristik, prosedur pengembangan, serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal.
2.1.1  Fungsi Guru
Fungsi guru adalah sebagai mitra dan fasilitator bagi pengembangan anak. Potensi anak yang seharusnya berkembang maksimal, seringkali malah terganggu oleh peran guru yang terlalu dominan dan mengajari.
Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.
Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional adalah :
1.         Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila.
2.         Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 2 Tahun 1983.
3.         Sebagai prantara dalam belajar.
4.         Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya.
5.         Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
6.         Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu.
7.         Sebagai adminstrator dan manajerGuru sebagai perencana kurikulum.
8.         Guru sebagai pemimpin.
9.         Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak
Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam hal ini pembimbing yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam memajukan pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik yang sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan.
Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jelas dan memberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.
2.1.2 Peranan Guru dalam Proses Pembelajaran
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar, seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih, pembimbing dan manager belajar. Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya.
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat (di Indonesia 2,0% atau sekitar tiga setengah juta lahir manusia baru dalam satu tahun) dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara maju bahkan juga di Indonesia, usaha ke arah peningkatan pendidikan terutama menyangkut aspek kuantitas berpaling kepada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin mengajar/ komputer, atau bahkan pembelajaran yang menggunak system E-learning (electronic learning) yaitu pembelajaran baik secara formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende, 2004).
Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan mengembangkan disain pengajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun, guru selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, hanya peran yang dimainkannya akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem ter­sebut. Dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya, pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. 
Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
2.2   Kesulitan Anak dalam Belajar Berhitung
Kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa,berbicara,dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir,membaca,berhitung,berbicara. Individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata,mengalami gangguan motorik persepsi,gangguan koordinasi gerak,gangguan orientasi arah dan ruang,dan keterlambatan perkembangan konsep.
Diskalkulia adalah gangguan belajar yang mengakibatkan gangguan dalam berhitung. Kelainan berhitung ini meliputi kemampuan menghitung sangat rendah, tidak mempunyai pengertian bilangan, bermasalah dalam bahasa berhitung, tidak bisa mengerjakan simbol-simbol hitungan, dan gangguan berhitung lainnya. Bisa karena kelainan genetik atau karena gangguan mekanisme kerja di otak. Gangguan Berhitung merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan aritmetika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi pencapaian prestasi akademikanya atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak.Dari penelitian para ahli ternyata diskalkulia tidak ada hubungan langsung dengan tingkat inteligensi. 
Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhasilan dalam pelajaran matematika. Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya.
2.2.1        Penyebab Kesulitan dalam Belajar Berhitung
Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar,tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar.
 Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranyaadalah sebagai berikut:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual; Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi; Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
 3. Fobia matematika; Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan. 
2.2.2        Permasalahan dalam Mengalami Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD 
Penderita diskalkulia umumnya anak-anak, tetapi tidak secara spesifik menyerang tingkat usia tertentu. Gangguan ini terutama terjadi pada saat anak menginjak umur sekolah sekitar usia 7 tahun. Diskalkulia dapat terdeteksi pada usia tersebut karena pada saat itu anak mulai sekolah dan belajar berhitung.
Penderita diskalkulia umumnya memiliki IQ normal, namun ada juga yang IQ nya melebihi rata-rata atau cukup tinggi. Anak diskalkulia dapat berinteraksi normal seperti anak biasa, komunikasi dan sosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Artinya dia dapat hidup dengan baik meskipun mengalami kesulitan dalam berhitung. Persoalan yang dihadapi anak dengan diskalkulia lebih pada kehidupannya sehari-hari. Seperti sulit menentukan arah ke kiri atau ke kanan, membaca jam, menghitung uang kembalian atau uang yang harus dibayarkan saat belanja.
Seperti yang terjadi pada kasus Seorang anak yang bernama Andien (tujuh tahun, duduk di kelas 1) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Andien dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut : di dalam bus ada 12 prenumpang,diperjalanan naik 3 orang penumpang. Ada berapa penumpang dalam bus sekarang? Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus menjumlahkan 12 dengan 3, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem “dyscalculia”.
2.3 Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD
Guru dalam tugasnya dituntut untuk mempunyai pengetahuan,pemahaman,dan terampil dalam memberikan pelayanan kepada anak. Oleh karena itu,guru sangat berperan penting dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak.
Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan guru yaitu sebagai berikut :
1.      Pendekatan pertama
Yaitu dengan menawarkan beberapa bentuk penanganan matematika yang intensif atau dengan mengambil jalan pintas.
            Dengan melakukan penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.
2.      Pendekatan yang kedua
Pendekatan yang kedua ini guru harus melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, antara lain sebagai berikut:
a. Visualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses keseluruhannya. Atau suarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
 b. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
c. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari sehingga menjadi lebih menarik. Misalnya, berapa jumlah pintu yang ada di rumah, berapa jumlah koleksi bonekanya, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan bias juga menggunakan computer atau kalkulator dan lakukanlah latihan secara berkesinambungan serta teratur.
d. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
e. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
f. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
g. Jalin kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan. 

 Penutup

3.1           Simpulan
Berdasarkan uraian bahasan “ Peranan Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Berhitung pada Anak Kelas I SD “ dapat disimpulkan bahwa :
1.Gangguan Berhitung merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan aritmetika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi pencapaian prestasi akademikanya atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak.
2. Penyebab dyscalculia bisa karena kelainan genetik atau karena gangguan mekanisme kerja di otak.
3. Guru sangat berperan penting dalam membantu anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung ( dyscalculia ).
4. Guru harus peka terhadap anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung
( dyscalculia ) dengan  menyesuaikan beberapa pendekatan dalam proses pembelajaran.
5. Guru dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.
6. Guru menggunakan beberapa pendekatan dalam mengatasi kesulitan belajar berhitung pada anak sehingga nilai akademik anak akan meningkat.
3.2        Saran
Bertolak dari Peranan guru sangat penting dalam proses pembelajaran,maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Seorang guru hendaknya mendapatkan bekal yang cukup sehingga menjadi guru yang handal dan profesional.
2. Sebaiknya guru diberikan pelatihan-pelatihan supaya lebih mudah dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak seperti kesulitan belajar berhitung.


 Daftar Rujukan

Syahril . 2009 . Bahan Pembelajaran untuk Profesi Kependidikan . Padang : Universitas Negeri Padang Press.
Tarmansyah. 2009. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus. Padang : Universitas Negeri Padang Press.
Tarmansyah. 2009 . Bahan Ajar Pendidikan Inklusi . Padang : Universitas Negeri Padang Press.
2011)











2 komentar:

  1. Mohon izin untuk mengutip karya tulis ini sebagai bahan referensi menulis buku. Terima kasih

    BalasHapus